Hukum Perdata Yang Berlaku Di
Indonesia
Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah
terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang
berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.
Yang dimaksud dengan Hukum
perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di
Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat
[Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek.
Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia
sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok
Agraria No.5 Tahun 1960.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata yang saat ini
berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa
continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan
hukum kebiasaan tertentu. Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah
hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de
Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”. Sebagai petunjuk penyusunan
Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain
Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera
lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber
hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis. Setelah beberapa tahun
kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata.
Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW
(Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland
yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil
law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum
publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam
sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian
semacam ini. Hukum di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie).
Keadaan Hukum Perdata di
Indonesia
Kondisi Hukum Perdata di
Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab
dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
- Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
- Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
- Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
- Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
- Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
- Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
- Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan denag no 717). Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu: Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912): Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108).
- Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523).
- Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
Sistematika Hukum Perdata Di
Indonesia
Menurut ilmu pengetahuan
hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu:
Hukum perorangan (Personenrecht). Beberapa ahli hukum menyebutnya dengan istilah hukum pribadi. Hukum perorangan adalah semua kaidah hukum yang mengatur mengenai siapa saja yang dapat membawa hak dan kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari:
- Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum, domestik dan catatan sipil.
- Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
- Hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut.
- Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri.
- Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya
- Perwalian
- Pengampuan
- Hak mutlak, adalah hak-hak yang berlaku pada semua orang.
- Hak perorangan, adalah hak-hak yang hanya berlaku pada pihak tertentu.
Hukum
waris merupakan hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan seseorang jika
ia meninggal dunia
Meskipun demikian, Burgerlijk
wetboek atau kitab undang-undanag hukum perdata yang merupakan sumber hukum
perdata utama di Indonesia memiliki sistematik yang berbeda. Burgerlijk wetboek
terdiri dari 4 buku, yaitu:
- Buku I, tentang Orang (van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II, tentang Kebendaan(van zaken);mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III, tentang Perikatan(van verbintennisen);mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
http://salim-anshori.blogspot.com/2013/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar